A. Pengertian Tuberculosis
Tuberkulosis adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya (NSW Health, 2005).
Tuberculosis (TBC)
adalah penyakit infeksi yang menyerang
paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular
dari penderita kepada orang lain (santa,dkk, 2009)
B. Mycobacterium Tuberculosis
Kuman
tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4
µ x 0,2-0,5µm, dengan bentuk uniform, tidak berspora dan
tidak bersimpai. Dinding sel mengandung
lipid sehingga memerlukan pewarnaan khusus agar dapat terjadi penetrasi
zat warna. Yang lazim digunakan adalah pengecatan Ziehl-Nielsen. Kandungan lipid pada dinding
sel menyebabkan kuman TB sangat tahan terhadap asam basa dan tahan terhadap kerja bakterisidal antibiotika (www.wikipedia.com,
2010).
M.Tuberculosis
mengandung beberapa antigen dan determinan antigenik yang dimiliki
mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan reaksi silang. Sebagian besar
antigen kuman terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Kuman TB tumbuh secara obligat aerob. Energi
diperoleh dari oksidasi senyawa karbon
yang sederhana. CO2 dapat merangsang
pertumbuhan. Dapat tumbuh dengan suhu 30-400 C dan suhu optimum
37-380 C. Kuman akan mati pada suhu 600 selama 15-20
menit. Pengurangan oksigen dapat
menurunkan metabolisme kuman (www.wikipedia.com,
2010).
C. Kalsifikasi Tuberkulosis
Sampai
sekarang beluma ada kesepakatan diantara para klinikus, ahli radiologi, ahli
patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman
klasifikasi tuberculosis (Asril Bahar, 2001).
Dari
system lama diketahui beberapa klasifikasi seperti:
1. Pembagian
secara patologis
-
Tuberkulosis primer (childhood
tuberculosis)
-
Tuberculosis post-primer (adult
tuberculosis)
2. Pembagian
secara aktivitas radiologis
Tuberculosis paru (Koch Pulmonum) aktif,
non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
3. Berdasarkan
Riwayat Pengobatan
-
Kasus Baru
Pasien yang belum
pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan
(4 minggu)
-
Kasus Kambuh (Relaps)
Pasien TB yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur)
-
Kasus Putus Berobat (Default/Drop
Out/DO)
Pasien TB yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
-
Kasus Gagal (Failure)
Pasien TB yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan
Pada
tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang di ambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
1. Kategori
0 : tidak perna terpajang dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negative
2. Kategori
1: terpajang tuberculosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat
kontak positif, tes tuberculin negative
3. Kategori
II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tuberculin positif, radiologi
dan sputum negative
4. Kategori
III : terinfeksi tuberculosis dan sakit
D. Etiologi
Mycobacterium
tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini bersifat aerob sehingga
sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi
seperti paru-paru. Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini
dapat dorman (tertidur lama) selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002; Aditama,
2002).
E. Diagnostic TB
Gejala
utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari
satu bulan.
Gejala-gejala
tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di
Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan
gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita
TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes, 2007).
F.
Manifestasi
Klinik
Gejala
penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang
terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara
klinik.
1.
Gejala
sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
a.
Demam
tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul.
b.
Penurunan
nafsu makan dan berat badan.
c.
Batuk-batuk
selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
d.
Perasaan
tidak enak (malaise), lemah.
2.
Gejala
khusus, antara lain sebagai berikut:
a.
Tergantung
dari organ tubuh mana yang
terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju
ke
paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar,
akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai
sesak.
Kalau ada
cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan
terjadi
gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk
saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan
nanah.
b.
Pada
anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Penting
untuk diperhatikan
bahwa janin bisa tertular tuberkulosis dari ibunya selama masih
berada
dalam kandunga, sebelum atau selama persalinan berlangsung (karena
menghirup
atau menelan cairan ketuban yang terinfeksi). atau setelah lahir
(karena
menghirup udara yang terkontaminasi oleh percikan ludah yang
terinfeksi.
Jika tidak diobati dengan antibiotik atau tidak divaksinasi, maka
sekitar 50%
bayi yang ibunya merupakan penderita tuberkulosis aktif akan menderita
penyakit ini pada tahun pertamanya. Gejala yang
timbul pada bayi dan anak berupa :
-
Demam
-
Tampak
mengantuk
-
Tidak kuat
mengisap
-
Gangguan
pernapasan
-
Gagal
berkembang (tidak terjadi penambahan berat badan)
-
Pembesaran
hati dan limpa karena organ
ini menyaring bakteri tuberkulosis sehingga menyebabkan
aktivasi
sel-sel darah putih.
Sementara itu, gejala tuberkulosis yang timbul pada orang dewasa berupa :
-
Batuk
lebih dari 4 minggu, dengan atau tanpa dahak (sputum)
-
Lemas
-
Timbul
gejala flu
-
Berkeringat
pada malam hari
-
Berat
badan turun
-
Demam
ringan
-
Nyeri di
bagian dada
-
Batuk
darah
G. Patogenesis TB
Penularan
tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei
dalam
udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2
jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban.
Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan
menempel
pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar
bila
ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter (Dian D,2012).
Tuberculosis
adalah penyakit yang dikendalikan
oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah
makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal,
melibatkan
makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan
limfokinnya.
Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil
tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit
yang
terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan
dihidung
dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg,
1981 ).
Setelah
berada diruang alveolus biasanya
dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah,
basil
tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimor fonuklear
tampak
didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak
membunuh
organisme ini. Sesudah hari- hari pertama leukosit akan digantikan
oleh
makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
geja
pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya,
sehingga
tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus
difagosit
atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah
bening
menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
sel
tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu
10-20 hari.
Nekrosis
pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju
yang biasa
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan
jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast
menimbulkan
respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang
mengelilingi tuberkel (Dian D,2012).
Lesi
primer paru dinamakan fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat
terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair
lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan
dari
dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini
dapat
terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga
tengah atau
usus (Dian D,2012).
Kavitas
yang kecil dapat menutup sekalipun
tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila
peradangan
mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang
terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan
perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip
dengan lesi
kapsul yang terlepas (Dian D,2012).
Keadaan
ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
brokus sehingga menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam
jumlah
kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada organ lain. Jenis penyeban ini
disebut
limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
biasanya
merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis
milier.Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak
organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ
lainnya. Paru yang terinfeksi menjadi lebih bengkak,
mengakibatkan terjadinya bronko pneumonia lebih lanjut,
pembentukan
tuberkel dan selanjutnya. Kecuali proes tersebut dapat dihentikan,
penyebarannya
dengan lambat mengarah kebawah kehilum paru-paru dan kemudian meluas
kelobus yang berdekatan. Proses infeksi umumnya secara laten
tidak menunjukkan gejala sepanjang hidup, sekitar 10% individu
yang
awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif dan menjadi sakit TB.
Dengan
integritas kekebalan yang menurun karena malnutrisi, infeksi HIV,
supresi
kekebalan immunoterapi, atau bertambahnya usia. Terjadinya TB
Paru dibedakan menjadi:
1.
Infeksi
primer
Terjadi
saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB Paru. Droplet yang terhirup ukurannya sangat
kecil,
hingga dapat melewati mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai di
alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB
PARU
berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di Paru, yang
mengakibatkan
peradangan pada Paru, dan ini disebut komplek primer. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah
sekitar 4
-6 minggu. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman
yang masuk
dan besarnya respon daya tahan (imunitas seluluer). Pada
umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman TB PARU. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap
sebagai kuman persister atau dormant (tidur), kadang-kadang
daya tahan
tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya
dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita
TB PARU.
Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi
sampai
menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2.
Infeksi
TB sekunder
TB
sekunder berasal dari reaktivasi fokus yang dorman. Pada 5% populasi yang
terinfeksi TB, reaktivasi endogen dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi
primer. Reaktivasi TB ini biasanya terjadi di apeks paru. Lesi di apeks ini
didapatkan melalui penyebaran hematogen selama infeksi primer beberapa tahun
sebelumnya. Segmen apikal dan posterior dari lobus superior serta segmen apikal
lobus inferior merupakan tempat reaktivasi sering terjadi. Hal ini diakibatkan
tekanan oksigen di tempat tersebut
merupakan yang paling tinggi dibandingkan bagian paru lainnya. Penjelasan lain adalah sistem
pengaliran limfatik di daerah tersebut yang kurang baik. Setelah reaktivasi,
lesi akan berkonfluens, dan mengalami likuefaksi serta ekskavasi. Infeksi
sekunder juga dapat terjadi akibat reinfeksi, walaupun hal ini jarang terjadi
bila pasien berdomisili di negara-negara maju (Asril Bahar, 2001).
H. Faktor
Resiko
Dalam tulisan Ahmad Amrullah.,
2011 mengemukakan beberapa factor resiko penularan tuberculosis :
1.
Usia
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New
York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat
infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan
umur.
Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di
Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia
produktif yaitu 15-50 tahun.
2.
Jenis
Kelamin
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama
menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan
jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada
wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung
meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB
paru lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena
laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga
memudahkan terjangkitnya TB paru dimana Kebiasaan merokok meningkatkan
resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2x.
3.
Penyakit Penyerta
Umumnya penderita TB dalam keadaan malnutrisi
dengan berat badan sekitar 30-50 kg atau indeks masa tubuh kurang dari 18,5 pada orang dewasa.
Sementara berat badan yang lebih kecil 85% dari berat badan ideal
kemungkinan
mendapat TB adalah 14 kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal.
Ini yang menjadi pemikiran bahwa malnutrisi atau penurunan
berat badan telah menjadi faktor utama peningkatan resiko TB menjadi aktif.
Pola makan orang Indonesia yang hampir 70% karbohidrat dan hanya 10% protein
yang pada penyakit kronis selalu disertai dengan tidak selera makan, tidak mau makan,
tidak bisa makan atau tidak mampu membeli makanan yang mempunyai kandungan
gizi baik (kurang protein), sehingga penderita ini mempunyai status gizi yang
buruk. Selain faktor gizi, penyakit seperti Diabetes Mellitus (DM) dan infeksi HIV
merupakan salah satu faktor risiko yang tidak berketergantungan untuk
berkembangnya infeksi saluran napas bagian bawah. Prevalensi TB paru
pada DM
meningkat 20 kali dibanding non DM dan aktivitas kuman tuberkulosis meningkat 3
kali pada DM berat dibanding DM ringan. Penderita
Tuberkulosis menular (dengan sputum BTA positif) yang juga mengidap HIV
merupakan penularan kuman tuberkulosis tertinggi. Tuberkulosis
diketahui merupakan infeksi oportunistik yang paling sering ditemukan pada
pasien dengan reaksi seropositif. Apabila seseorang dengan seropositif tertular
kuman ini maka karena kekebalannya rendah, besar sekali kemungkinannya akan langsung
menderita Tuberkulosis. Hal ini berbeda sekali dengan orang normal atau
mereka dengan seronegatif, karena kuman ini yang masuk akan dihambat oleh
reaksi imunitas yang ada dalam tubuhnya. Disamping itu penyakit tuberkulosis
pada mereka dengan seropositif cepat berkembang kearah
perburukan.
4.
Kepadatan Hunian Dan Kondisi Rumah
Kepadatan penghuni merupakan suatu proses
penularan penyakit. Semakin padat maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara
akan semakin mudah dan cepat, apalagi terdapat anggota keluarga yang menderita TB
dengan BTA positif. Kepadatan hunian ditempat tinggal penderita TB paru paling
banyak adalah tingkat kepadatan rendah. Suhu didalam ruangan erat kaitannya dengan
kepadatan hunian dan ventilasi rumah. Kondisi kepadatan hunian perumahan atau
tempat tinggal lainnya seperti penginapan, panti-panti tempat
penampungan akan besar pengaruhnya terhadap risiko penularan. Di daerah
perkotaan (urban) yang lebih padat penderita TB lebih besar.
Sebaliknya di daerah rural akan lebih kecil kemungkinannya. Ventilasi cukup
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar, sehingga keseimbangan
oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Ventilasi yang baik juga
menjaga dalam kelembaban (humidity) yang optimum. Kelembaban yang optimal (sehat)
adalah sekitar 40–70%. Kelembaban yang lebih Dari 70% akan berpengaruh
terhadap kesehatan penghuni rumah. Kelembaban udara di dalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban Ills merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri
patogen (penyebab penyakit). Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak
kurang, dimana cahaya matahari ini dapat diperoleh dari ventilasi
maupun
jendela/genting kaca. Suhu udara yang ideal dalam rumah antara 18-30°C. Suhu optimal
pertumbuhan bakteri sangat bervariasi, Mycobacterium tuberculosis tumbuh optimal pada
suhu 37°C. Paparan sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri tahan hidup pada tempat gelap, sehingga perkembangbiakan
bakteri lebih banyak di rumah yang gelap.
5.
Status
Sosial Ekonomi Keluarga
WHO tahun 2007 menyebutkan 90% penderita TB di
dunia menyerang kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin dan menurut Enarson TB merupakan penyakit
terbanyak yang menyerang negara dengan penduduk berpenghasilan
rendah. Sosial ekonomi yang rendah akan menyebabkan kondisi kepadatan hunian
yang tinggi dan buruknya lingkungan, selain itu masalah
kurang gizi dan rendahnya kemampuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
layak juga menjadi problem bagi golongan sosial ekonomi rendah.
6.
Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap
dan tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara
pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan
akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang di sekelilingnya.
I.
Pencegahan
1.
Pemeriksaan
kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA
positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis, dan
radiologis. Bila tes tuberculin positif, maka pemeriksaan radiologis foto
thorax diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif,
diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes
tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2.
Mass chest
X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok- kelompok populasi tertentu misalnya:
karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan
siswa-siswi pesantren.
3.
Vaksinasi
BCG,Kemoprofilaksis
dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang
masih sedikit.
4.
Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu
dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan
bagi kelompok berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif
karena
resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah
20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat
dengan penderita TB yang menular, individu yang menunjukkan
konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif,
penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif
jangka panjang, penderita diabetes mellitus.
5.
Komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat
Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah
maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Paru Indonsia –PPTI).
J.
Pengobatan
Tujuan
pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan
mata rantai penularan.
Pengobatan
tuberculosis terbagi menjadi 2 fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid,
Streptomisin dan etambutol, sedang jenis obat tambahan adalah kanamisin,
kuinolon, makrolide dan amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Cara kerja, dan potensi dan dosis OAT utama dapat di
lihat pada tabel berikut :
Obat Anti TB Esensial
|
Aksi
|
Potensi
|
Rekomendasi dosis (mg/kg BB)
|
||
Per Hari
|
Per minggu
|
||||
3 x
|
2 x
|
||||
Isoniazid (H)
Rifampisin
(R)
Pirasinamid(P)
S Treptomisin(S
Etambutol (E)
|
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
bakteriostatik
|
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
|
5
10
25
15
15
|
10
10
35
15
30
|
15
10
50
15
45
|
Untuk keperluan pengobatan perla di buat batasan kasus
terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberculosa, berat ringannya penyakit,
hasail pemeriksaan bakteriologik, apusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Di camping itu perla pemahaman tentang strategi penanggulangan TB
yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO
yang terdiri dari lima componen yaitu :
1.
Adanya
komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik
lansung sedang pemeriksaan penujang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3.
Pengobatan
TB dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan lansung oleh pengawas
menelan obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum
obat setiap hari.
4.
Kesinambungan
ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
5.
Pencatatan
dan pelaporan yang baku.
-
Paduan obat tuberculosis paru
Untuk program
nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan penduan obat sesuai dengan
kategori penyakit. Kategori didasarkan urutan kebutuhan penghobatan dalam
program. Untuk itu penderita dibagi dalam 4 kategori sebagai berikut :
1.
kategori
I : kasus baru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis,
TB milier, pericarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilaeral,
spondialitis dengan gangguan neurologis, penderita dengan dahak negatif tetapi
kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran kemih dan sebagainya.
2.
kategori
II : kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif.
3.
kategori
III : kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan parunay tidak luas dan
kasus TB diluir paru selain yang disebut dalam kategori I.
4.
kategori
IV : Tuberkulosisi kronik.
K.
Pemeriksaan Lengkap Untuk Diagnosa
TBC
Dalam
tulisan (Sikahonde, 2012). Untuk mediagnosa penyakit tuberculosis dapat di lakukan berbagai pemeriksaan yang
akan di
paparkan di bawah ini, namun yang lebih di tekankan dalam mendiagnosa adanya
penyakit
TBC adalah indikasi gejala klinis, sebab gejala klinis yang mendukung ditambah
dengan
hasil pemeriksaan lain barulah dapat di tentukan diagnosa penyakit TBC, untuk
mengetahui
gejala klinik penyakit TBC. Menemukan
kuman tuberculosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam
menegakkan
diagnosa. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan perlu diperhatikan waktu pengambilan,
tempat penampungan, waktu penyimpanan
dan cara pengiriman bahan pemeriksaan. Pada pemeriksaan laboratorium
tuberkulosis
ada beberapa macam bahan pemeriksaan yaitu:
1.
Dahak
Memeriksa dahak secara mikroskopis pada
3 spesimen yang di kenal dengan istilah SPS
(sewaktu-pagi-sewaktu)
Dahak yang baik untuk di periksa adalah dahak
yang mukopurulen ( nanah
berwarna
hijau
kekuning- kuningan) bukan ingus juga bukan
ludah, jumlahnya 3-5ml
tiap
pengambilan. Pada orang dewasa
harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari
berturut-turut.
-
sewaktu : Dahak di
kumpulkan pada saat
suspek TBC datang berkunjung pertama kali datang pelayanan
kesehatan. Pada saat pulang suspek membawa sebuah
pot untuk mengumpulkan dahak hari kedua.
-
pagi : Dahak
di kumpulkan di rumah
pada pagi hari
kedua, segera setelah
bagun
tidur. Pot tersebut diantar sendiri ke laboratorium pelayanan
kesehatan.
-
Sewaktu :
Dahak di
kumpulkan pada hari pada
saat menyerahkan dahak pagi kepada pihak
pelayanan kesehatan
2.
Cairan
pleura
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien efusi pleura untuk menegakkan diagnosis
3.
Liquor cerebrospinal
4.
Bilasan
bronkus,
5.
Bilasan
lambung
Air
kuras lambung, Umumnya anak-anak atau
penderita yang tidak dapatmengeluarkan dahak.
Tujuan dari kuras lambung untuk
mendapatkan dahak yang
tertelan. Dilakukan
pagi hari sebelum makan dan harus cepat dikerjakan
6.
Urin
Air
Kemih, Urin pagi hari, pertama kali keluar, merupakan
urin pancaran tengah.
Sebaiknya
urin kateter.
7.
Jaringan
biopsi.
Pemeriksaan ini dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis.
Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsy atau otopsi
8.
kurasan
bronkoalveolar,
Pemeriksaan
bakteriologi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan mikroskopis dan
biakan
1.
Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan ini adalah
pemeriksaan
hapusan dahak
mikroskopis langsung yang merupakan metode
diagnosis standar dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Pemeriksaan ini
untuk
mengidentifikasi
BTA yang
memegang peranan
utama dalam diagnosis
TB Paru. Selain tidak memerlukan
biaya mahal,cepat, mudah
dilakukan, akurat, pemeriksaan mikroskopis
merupakan teknologi diagnostik yang paling
sesuai karena mengindikasikan derajat penularan, risiko kematian
serta prioritas pengobatan.
Pemeriksaan dahak dilakukan selama
3 x yaitu
2 bulan setelah pengobatan,
5 bulan setelah pengobatan dan 6 bulan
setelah pengobatan. Pemeriksaan BTA dahak penderita dilakukan oleh
petugas laboratorium Puskesmas.
2.
Pemeriksaan biakan kuman
Kultur (biakan), Media yang biasa dipakai adalah media padat Lowenstein Jesen. Dapat pula
Middlebrook JH11, juga sutu media
padat. Untuk perbenihan
kaldu dapat dipakai Middlebrook JH9 dan JH12. Melakukan pemeriksaan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat
mendeteksi mikobakterium tuberkulosis
dan juga Mycobacterium
Other Than Tuberculosis (MOTT)
3.
Uji
kepekaan kuman terhadap
obat-obatan anti tuberkulosis ,
tujuan dari pemeriksaan ini, mencari
obat-obatan yang paten untuk terapi penyakit tuberkulosis.
4.
Pemeriksaan darah
Hasil
pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik untuk tubercolosis. Laju Endap Darah ( LED ) jam
pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data ini dapat di
pakai sebagai indikator tingkat
kestabilan keadaan nilai keseimbangan
penderita, sehingga dapat digunakan untuk
salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar
limfosit dapat menggambarkan daya
tahan tubuh penderita. LED sering meningkat pada proses
aktif, tetapi LED yang normal juga tidak menyingkirkan
diagnosa
TBC
5.
uji tuberculin
Pada
anak, uji tuberkulin
merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi
Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening
TBC". Efektifitas dalam
menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak
umur kurang dari 1
tahun yang menderita TBC aktif
uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2
tahun 92%, 2–4 tahun
78%, 4–6 tahun
75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase
tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil
uji
tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan
uji tuberkulin, namun sampai sekarang
cara mantoux lebih sering digunakan.
Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya
pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan(ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan
48–72 jam setelah penyuntikan
dan diukur diameter
dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi. Uji tuberkulin
hanya berguna untuk
menentukan adanya
infeksi TB , sedangkan penentuan sakit TB
perlu ditinjau dari klinisnya
dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji
tuberkulin positif belum tentu menderita
TB. Adapun jika
hasil uji tuberkulin
negatif, maka ada
tiga kemungkinan, yaitu tidak ada
infeksi TB, pasien sedang mengalami masa inkubasi infeksi TB, atau
terjadi alergi. Penilaian hasil uji tuberculin test :
a.
Pembengkakan
(Indurasi) : 0–4 mm,uji mantoux negatif. Arti klinis :
tidak ada infeksi Mikobakterium tuberkulosa
b.
Pembengkakan
(Indurasi) : 3–9 mm,uji mantoux meragukan. Hal ini bisa
karena kesalahan teknik, reaksi atau silang dengan Mikobakterium
atipik
setelah vaksinasi BCG.
c.
Pembengkakan
(Indurasi) : = 10 mm,uji mantoux positif. Arti klinis :
sedang atau pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa
6.
Pemeriksaan
radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto
toraks . Pemeriksaan
lain atas indikasi: fotolateral, top lordotik,
oblik, CT Scan . Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran
radiologi yang di curigai lesi TBC aktif
a.
Bayangan
berawan atau nodular di segmen
apical dan posterior lobus atas paru
dan
segmen
superior lobus bawah
b.
Kapitas, terutama
lebih dari satu di
kelilingi
bayangan berawan atau noduler
c.
Bayangan
bercak miler
d.
Efusi pleura unilateral
7.
pemeriksaan
khusus
a.
BACTEC
Merupakan
pemeriksaan teknik yang lebih
terbaru yang dapat mengidentifikasi kuman
tuberkulosis
secara lebih cepat. Metode yang digunakan
adalah metode radiometrik . M. Tuberkulosis metabolisme
asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan
dideteksi
growth indexnya oleh mesin ini. Sistem
ini dapat menjadi salah satu alternative pemeriksaan
biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan
melakukan
uji kepekaan.
b.
PCR
Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA , termasuk DNA
M.
Tuberkulosis.
Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik
ini adalah kemungkinan
kontaminasi.
Hasil pemeriksaan PCR dapat
membantu untuk menegakkan
diagnosis
sepanjang pemeriksaan
tersebut dikerjakan
dengan cara benar dan sesuai
dengan
standard internasional. Pada tuberkulosis pasca primer, penyebaran kuman
terjadi secara bronkogen,
sehingga penggunaan sampel darah
untuk uji PCR tidak disarankan.
c.
Pemeriksaan
Serologi
1) ELISA
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respires humoral berupa
proses antigen
antibodi yang terjadi.
Kelemahan utama dari
teknik ELISA ini adalah pengenceran serum
yang tinggi dan perlu
dilakukan untuk mencegah
ikatan nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastik
2)
Immuno
crhomotografi tuberculosis (ITC)
Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi
antibodi M. Tuberkulosis dalam serum.
Uji ini
merupakan uji diagnostic tuberkulosis yang
menggunakan 5 antigen spesifik
yang
berasal dari membran sitoplasma M. Tuberculosis
3)
PAP
(peroksidase anti peroksidase)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi
4)
Mycodot
Uji ini mendeteksi antibody antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat
yang berbentuk sisir plastik
5)
Ig G TB
Uji ini adalah salah satu
pemeriksaan
serologi dengan
cara mendeteksi antibody IgG
dengan
antigen spesifik untuk mikobakterium tuberkulosis. Di luar negeri
metode ini
lebih sering digunakan untuk mendiagnosa TB ekstraparu, tetapi kurang baik untuk diagnose
TB pada
anak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar