Minggu, 16 Juni 2013

TUBERCULOSIS



A.  Pengertian Tuberculosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (NSW Health, 2005).
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menyerang  paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (santa,dkk, 2009)
B.  Mycobacterium Tuberculosis

Kuman tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4  µ  x 0,2-0,5µm,  dengan bentuk uniform, tidak berspora dan tidak bersimpai. Dinding sel mengandung  lipid sehingga memerlukan pewarnaan khusus agar dapat terjadi penetrasi zat warna. Yang lazim digunakan adalah pengecatan  Ziehl-Nielsen. Kandungan lipid pada dinding sel menyebabkan kuman TB sangat tahan terhadap asam basa dan tahan  terhadap kerja bakterisidal antibiotika (www.wikipedia.com, 2010).
M.Tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan antigenik yang dimiliki mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan reaksi silang. Sebagian besar antigen kuman terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Kuman TB tumbuh secara obligat aerob. Energi diperoleh dari oksidasi senyawa  karbon yang sederhana.  CO2 dapat merangsang pertumbuhan. Dapat tumbuh dengan suhu 30-400 C dan suhu optimum 37-380 C. Kuman akan mati pada suhu 600 selama 15-20 menit. Pengurangan oksigen  dapat menurunkan metabolisme kuman (www.wikipedia.com, 2010).
C.  Kalsifikasi Tuberkulosis
Sampai sekarang beluma ada kesepakatan diantara para klinikus, ahli radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi tuberculosis (Asril Bahar, 2001).
Dari system lama diketahui beberapa klasifikasi seperti:
1.      Pembagian secara patologis
-          Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
-          Tuberculosis post-primer (adult tuberculosis)
2.      Pembagian secara aktivitas radiologis
Tuberculosis paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
3.      Berdasarkan Riwayat Pengobatan
-          Kasus Baru 
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
-          Kasus Kambuh (Relaps) 
Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis  kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur)
-          Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)  
Pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif 
-          Kasus Gagal (Failure) 
Pasien TB yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang di ambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
1.      Kategori 0 : tidak perna terpajang dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes tuberculin negative
2.      Kategori 1: terpajang tuberculosis, tetapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak positif, tes tuberculin negative
3.      Kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tuberculin positif, radiologi dan sputum negative
4.      Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit
D.  Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi seperti paru-paru.  Kuman  ini  berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002; Aditama, 2002).
E.  Diagnostic TB
Gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. 
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru,  dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes, 2007).
F.   Manifestasi Klinik
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1.      Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
a.       Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b.      Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c.       Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
d.      Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2.      Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:
a.       Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
b.      Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Penting untuk diperhatikan bahwa janin bisa tertular tuberkulosis dari ibunya selama masih berada dalam kandunga, sebelum atau selama persalinan berlangsung (karena menghirup atau menelan cairan ketuban yang terinfeksi). atau setelah lahir (karena menghirup udara yang terkontaminasi oleh percikan ludah yang terinfeksi. Jika tidak diobati dengan antibiotik atau tidak divaksinasi, maka sekitar 50% bayi yang ibunya merupakan penderita tuberkulosis aktif akan menderita penyakit ini pada tahun pertamanya. Gejala yang timbul pada bayi dan anak berupa :
-          Demam
-          Tampak mengantuk
-          Tidak kuat mengisap
-          Gangguan pernapasan
-          Gagal berkembang (tidak terjadi penambahan berat badan)
-          Pembesaran hati dan limpa karena organ ini menyaring bakteri tuberkulosis sehingga menyebabkan aktivasi sel-sel darah putih.
Sementara itu, gejala tuberkulosis yang timbul pada orang dewasa berupa :
-          Batuk lebih dari 4 minggu, dengan atau tanpa dahak (sputum)
-          Lemas
-          Timbul gejala flu
-          Berkeringat pada malam hari
-          Berat badan turun
-          Demam ringan
-          Nyeri di bagian dada
-          Batuk darah
G. Patogenesis TB
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter (Dian D,2012).
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg, 1981 ).
Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimor fonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari- hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul geja pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari. Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel (Dian D,2012).
Lesi primer paru dinamakan fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus (Dian D,2012).
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas (Dian D,2012).
Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingga menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada organ lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya. Paru yang terinfeksi menjadi lebih bengkak, mengakibatkan terjadinya bronko pneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya. Kecuali proes tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah kebawah kehilum paru-paru dan kemudian meluas kelobus yang berdekatan. Proses infeksi umumnya secara laten tidak menunjukkan gejala sepanjang hidup, sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif dan menjadi sakit TB. Dengan integritas kekebalan yang menurun karena malnutrisi, infeksi HIV, supresi kekebalan immunoterapi, atau bertambahnya usia. Terjadinya TB Paru dibedakan menjadi:
1.    Infeksi primer
Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB Paru. Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, hingga dapat melewati mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB PARU berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan pada Paru, dan  ini disebut komplek primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4 -6 minggu. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan (imunitas seluluer). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB PARU. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur), kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TB PARU. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2.      Infeksi TB sekunder
TB sekunder berasal dari reaktivasi fokus yang dorman. Pada 5% populasi yang terinfeksi TB, reaktivasi endogen dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer. Reaktivasi TB ini biasanya terjadi di apeks paru. Lesi di apeks ini didapatkan melalui penyebaran hematogen selama infeksi primer beberapa tahun sebelumnya. Segmen apikal dan posterior dari lobus superior serta segmen apikal lobus inferior merupakan tempat reaktivasi sering terjadi. Hal ini diakibatkan tekanan  oksigen di tempat tersebut merupakan yang paling tinggi dibandingkan bagian paru  lainnya. Penjelasan lain adalah sistem pengaliran limfatik di daerah tersebut yang kurang baik. Setelah reaktivasi, lesi akan berkonfluens, dan mengalami likuefaksi serta ekskavasi. Infeksi sekunder juga dapat terjadi akibat reinfeksi, walaupun hal ini jarang terjadi bila pasien berdomisili di negara-negara maju (Asril Bahar, 2001).

H.  Faktor Resiko
Dalam tulisan Ahmad Amrullah., 2011 mengemukakan beberapa factor resiko penularan tuberculosis :
1.      Usia
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
2.      Jenis Kelamin
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru dimana Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2x.
3.       Penyakit Penyerta
Umumnya penderita TB dalam keadaan malnutrisi dengan berat badan sekitar 30-50 kg atau indeks masa tubuh kurang dari 18,5 pada orang dewasa. Sementara berat badan yang lebih kecil 85% dari berat badan ideal kemungkinan mendapat TB adalah 14 kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal. Ini yang menjadi pemikiran bahwa malnutrisi atau penurunan berat badan telah menjadi faktor utama peningkatan resiko TB menjadi aktif. Pola makan orang Indonesia yang hampir 70% karbohidrat dan hanya 10% protein yang pada penyakit kronis selalu disertai dengan tidak selera makan, tidak mau makan, tidak bisa makan atau tidak mampu  membeli makanan yang mempunyai kandungan gizi baik (kurang protein), sehingga penderita ini mempunyai status gizi yang buruk. Selain faktor gizi, penyakit seperti Diabetes Mellitus (DM) dan infeksi HIV merupakan salah satu faktor risiko yang tidak berketergantungan untuk berkembangnya infeksi saluran napas bagian bawah. Prevalensi TB paru pada DM meningkat 20 kali dibanding non DM dan aktivitas kuman tuberkulosis meningkat 3 kali pada DM berat dibanding DM ringan. Penderita Tuberkulosis menular (dengan sputum BTA positif) yang juga mengidap HIV merupakan penularan kuman tuberkulosis tertinggi. Tuberkulosis diketahui merupakan infeksi oportunistik yang paling sering ditemukan pada pasien dengan reaksi seropositif. Apabila seseorang dengan seropositif tertular kuman ini maka karena kekebalannya rendah, besar sekali kemungkinannya akan langsung menderita Tuberkulosis. Hal ini berbeda sekali dengan orang normal atau mereka dengan seronegatif, karena kuman ini yang masuk akan dihambat oleh reaksi imunitas yang ada dalam tubuhnya. Disamping itu penyakit tuberkulosis pada mereka dengan seropositif cepat berkembang kearah perburukan.
4.       Kepadatan Hunian Dan Kondisi Rumah
Kepadatan penghuni merupakan suatu proses penularan penyakit. Semakin padat maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara akan semakin mudah dan cepat, apalagi terdapat anggota keluarga yang menderita TB dengan BTA positif. Kepadatan hunian ditempat tinggal penderita TB paru paling banyak adalah tingkat kepadatan rendah. Suhu didalam ruangan erat kaitannya dengan kepadatan hunian dan ventilasi rumah. Kondisi kepadatan hunian perumahan atau tempat tinggal lainnya seperti penginapan, panti-panti tempat penampungan akan besar pengaruhnya terhadap risiko penularan. Di daerah perkotaan (urban) yang lebih padat penderita TB lebih besar. Sebaliknya di daerah rural akan lebih kecil kemungkinannya. Ventilasi cukup menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar, sehingga keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Ventilasi yang baik juga menjaga dalam kelembaban (humidity) yang optimum. Kelembaban yang optimal (sehat) adalah sekitar 40–70%. Kelembaban yang lebih Dari 70% akan berpengaruh terhadap kesehatan penghuni rumah. Kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban Ills merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (penyebab penyakit). Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya matahari ini dapat diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca. Suhu udara yang ideal dalam rumah antara 18-30°C. Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat bervariasi, Mycobacterium tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37°C. Paparan sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tahan hidup pada tempat gelap, sehingga perkembangbiakan bakteri lebih banyak di rumah yang gelap.
5.      Status Sosial Ekonomi Keluarga
WHO tahun 2007 menyebutkan 90% penderita TB di dunia menyerang kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin dan menurut Enarson TB merupakan penyakit terbanyak yang menyerang negara dengan penduduk berpenghasilan rendah. Sosial ekonomi yang rendah akan menyebabkan kondisi kepadatan hunian yang tinggi dan buruknya lingkungan, selain itu masalah kurang gizi dan rendahnya kemampuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak juga menjadi problem bagi golongan sosial ekonomi rendah.
6.      Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang di sekelilingnya.
I.     Pencegahan
1.      Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2.      Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok- kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
3.      Vaksinasi BCG,Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
4.       Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular, individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes mellitus.
5.      Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonsia –PPTI).
J.    Pengobatan
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan etambutol, sedang jenis obat tambahan adalah kanamisin, kuinolon, makrolide dan amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.

Cara kerja, dan potensi dan dosis OAT utama dapat di lihat pada tabel  berikut :

Obat Anti TB Esensial
     Aksi
 Potensi
Rekomendasi dosis (mg/kg BB)
Per Hari
Per minggu
3 x
2 x
Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
  Pirasinamid(P)
S  Treptomisin(S
Etambutol (E)
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
bakteriostatik
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
5
10
25
15
15
10
10
35
15
30
15
10
50
15
45

Untuk keperluan pengobatan perla di buat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberculosa, berat ringannya penyakit, hasail pemeriksaan bakteriologik, apusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di camping itu perla pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima componen yaitu :
1.    Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulan TB.
2.    Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik lansung sedang pemeriksaan penujang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3.    Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan lansung oleh pengawas menelan obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4.    Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
5.    Pencatatan dan pelaporan yang baku.
-   Paduan obat tuberculosis paru
Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan penduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan urutan kebutuhan penghobatan dalam program. Untuk itu penderita dibagi dalam 4 kategori sebagai berikut :
1.    kategori I          : kasus baru dengan dahak positif  dan penderita  dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, pericarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilaeral, spondialitis dengan gangguan neurologis, penderita dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran kemih dan sebagainya.
2.    kategori II         : kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif.
3.    kategori III       :  kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan parunay tidak luas dan kasus TB diluir paru selain yang disebut dalam kategori I.
4.    kategori IV        : Tuberkulosisi kronik.
K. Pemeriksaan Lengkap Untuk Diagnosa TBC
Dalam tulisan (Sikahonde, 2012). Untuk mediagnosa penyakit tuberculosis dapat di lakukan berbagai pemeriksaan yang akan di paparkan di bawah ini, namun yang lebih di tekankan dalam mendiagnosa adanya penyakit TBC adalah indikasi gejala klinis, sebab gejala klinis yang mendukung ditambah dengan hasil pemeriksaan lain barulah dapat di tentukan diagnosa penyakit TBC, untuk mengetahui gejala klinik penyakit TBC. Menemukan  kuman  tuberculosis mempunyai arti  yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa. Untuk  mendapatkan  hasil yang diharapkan  perlu diperhatikan  waktu pengambilan, tempat penampungan,  waktu  penyimpanan  dan cara  pengiriman bahan  pemeriksaan. Pada pemeriksaan laboratorium tuberkulosis ada beberapa macam bahan pemeriksaan yaitu:
1.      Dahak
Memeriksa dahak secara  mikroskopis pada  3 spesimen  yang di  kenal dengan istilah SPS (sewaktu-pagi-sewaktu) Dahak  yang baik untuk di  periksa adalah  dahak  yang mukopurulen  ( nanah berwarna hijau kekuning-  kuningan) bukan ingus  juga bukan  ludah,  jumlahnya 3-5ml tiap pengambilan. Pada  orang  dewasa  harus diperiksa  3 spesimen  dahak dalam waktu  2  hari berturut-turut.
-          sewaktu  : Dahak di  kumpulkan pada  saat  suspek  TBC datang  berkunjung pertama  kali datang pelayanan kesehatan. Pada saat pulang suspek membawa sebuah pot untuk mengumpulkan dahak hari kedua.
-           pagi : Dahak  di kumpulkan di rumah pada  pagi  hari  kedua,  segera setelah bagun tidur. Pot tersebut diantar sendiri ke laboratorium pelayanan kesehatan.
-          Sewaktu : Dahak  di  kumpulkan pada  hari  pada  saat menyerahkan  dahak pagi kepada pihak pelayanan kesehatan
2.      Cairan pleura
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien efusi pleura untuk menegakkan diagnosis
3.      Liquor cerebrospinal
4.      Bilasan bronkus,
5.      Bilasan lambung

Air  kuras lambung, Umumnya  anak-anak  atau  penderita yang tidak dapatmengeluarkan dahak.  Tujuan dari  kuras  lambung untuk mendapatkan  dahak  yang  tertelan. Dilakukan  pagi hari sebelum makan dan harus cepat dikerjakan
6.      Urin
Air  Kemih, Urin pagi  hari,  pertama kali  keluar,  merupakan  urin  pancaran tengah. Sebaiknya urin kateter.
7.      Jaringan biopsi.
Pemeriksaan ini  dilakukan  untuk membantu  menegakkan diagnosis tuberkulosis. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsy atau otopsi
8.      kurasan bronkoalveolar,
Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan mikroskopis dan  biakan
1.      Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan ini  adalah  pemeriksaan hapusan  dahak  mikroskopis  langsung  yang merupakan metode diagnosis standar dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi BTA  yang  memegang peranan  utama  dalam  diagnosis  TB  Paru. Selain tidak  memerlukan  biaya  mahal,cepat,  mudah  dilakukan,  akurat, pemeriksaan mikroskopis merupakan teknologi diagnostik  yang paling sesuai karena mengindikasikan derajat penularan, risiko kematian serta prioritas pengobatan.
Pemeriksaan  dahak dilakukan  selama  3  x yaitu  2 bulan  setelah  pengobatan,  5 bulan setelah pengobatan dan  6 bulan setelah pengobatan. Pemeriksaan BTA dahak penderita dilakukan oleh petugas laboratorium Puskesmas.
2.      Pemeriksaan biakan kuman
Kultur (biakan), Media yang biasa dipakai adalah media padat Lowenstein Jesen. Dapat pula Middlebrook  JH11, juga sutu  media  padat.  Untuk  perbenihan  kaldu dapat dipakai Middlebrook JH9 dan JH12. Melakukan pemeriksaan  biakan dimaksudkan  untuk mendapatkan diagnosis pasti  dan dapat  mendeteksi mikobakterium tuberkulosis  dan  juga Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT)
3.      Uji kepekaan  kuman  terhadap  obat-obatan  anti  tuberkulosis ,
tujuan dari pemeriksaan ini, mencari obat-obatan yang paten untuk terapi penyakit tuberkulosis.
4.       Pemeriksaan darah
Hasil  pemeriksaan  darah  rutin kurang  menunjukan  indikator yang spesifik  untuk tubercolosis. Laju Endap Darah ( LED  ) jam  pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data ini dapat  di  pakai  sebagai indikator  tingkat  kestabilan  keadaan  nilai keseimbangan penderita, sehingga  dapat digunakan  untuk  salah  satu  respon terhadap  pengobatan penderita  serta kemungkinan  sebagai predeteksi  tingkat penyembuhan  penderita. Demikian  pula kadar  limfosit dapat menggambarkan  daya  tahan  tubuh penderita.  LED sering meningkat pada  proses  aktif, tetapi  LED yang  normal juga tidak menyingkirkan diagnosa TBC
5.      uji tuberculin
Pada  anak,  uji  tuberkulin  merupakan pemeriksaan  paling bermanfaat  untuk menunjukkan  sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas  dalam  menemukan infeksi TBC  dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita  anak  umur  kurang  dari 1  tahun yang  menderita TBC  aktif  uji tuberkulin positif  100%, umur  1–2  tahun 92%,  2–4  tahun  78%,  4–6  tahun  75%, dan  umur 6–12 tahun 51%.  Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara  melakukan  uji tuberkulin, namun  sampai sekarang cara mantoux lebih  sering digunakan. Lokasi penyuntikan  uji mantoux umumnya pada  ½ bagian  atas lengan  bawah  kiri  bagian depan,  disuntikkan intrakutan(ke  dalam kulit). Penilaian  uji tuberkulin  dilakukan  48–72 jam  setelah  penyuntikan  dan diukur diameter  dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi. Uji  tuberkulin  hanya berguna  untuk menentukan  adanya  infeksi  TB ,  sedangkan penentuan  sakit TB  perlu ditinjau dari klinisnya  dan ditunjang  foto  torak. Pasien dengan hasil  uji  tuberkulin  positif  belum tentu  menderita  TB.  Adapun  jika  hasil  uji tuberkulin negatif,  maka  ada  tiga kemungkinan,  yaitu tidak  ada  infeksi  TB, pasien  sedang mengalami masa inkubasi infeksi TB, atau terjadi alergi. Penilaian hasil uji tuberculin test :
a.       Pembengkakan (Indurasi)   : 0–4 mm,uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada infeksi Mikobakterium tuberkulosa
b.      Pembengkakan (Indurasi)  : 3–9 mm,uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi atau silang dengan Mikobakterium atipik setelah vaksinasi BCG.
c.       Pembengkakan (Indurasi)   : = 10 mm,uji mantoux positif. Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa
6.      Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar  ialah foto  toraks . Pemeriksaan lain  atas indikasi: fotolateral,  top lordotik,  oblik, CT  Scan . Pada  pemeriksaan foto  toraks, tuberkulosis  dapat  memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran radiologi yang di curigai lesi TBC aktif
a.       Bayangan berawan atau nodular di segmen apical  dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
b.      Kapitas, terutama lebih dari satu di kelilingi bayangan berawan atau noduler
c.       Bayangan bercak miler
d.       Efusi pleura unilateral
7.      pemeriksaan khusus
a.       BACTEC
Merupakan  pemeriksaan  teknik yang lebih  terbaru  yang dapat  mengidentifikasi kuman    tuberkulosis  secara  lebih  cepat. Metode yang  digunakan  adalah metode radiometrik . M. Tuberkulosis  metabolisme  asam lemak yang  kemudian menghasilkan  CO2  yang akan dideteksi growth indexnya  oleh  mesin ini.  Sistem  ini dapat menjadi salah satu alternative pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
b.      PCR
Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA , termasuk DNA M. Tuberkulosis. Salah  satu masalah  dalam pelaksanaan  teknik  ini  adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil  pemeriksaan  PCR dapat  membantu  untuk menegakkan diagnosis sepanjang  pemeriksaan  tersebut dikerjakan  dengan  cara benar dan sesuai dengan standard internasional. Pada tuberkulosis pasca primer, penyebaran  kuman  terjadi  secara bronkogen, sehingga penggunaan  sampel  darah  untuk  uji PCR tidak  disarankan. 
c.       Pemeriksaan Serologi
1)      ELISA
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respires humoral berupa proses  antigen  antibodi  yang terjadi. Kelemahan  utama  dari  teknik ELISA  ini adalah pengenceran  serum  yang tinggi dan perlu  dilakukan  untuk  mencegah  ikatan nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastik
2)      Immuno crhomotografi tuberculosis (ITC)
Uji ICT adalah uji serologi  untuk mendeteksi  antibodi  M. Tuberkulosis  dalam serum. Uji  ini  merupakan  uji  diagnostic tuberkulosis  yang  menggunakan  5  antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M. Tuberculosis
3)      PAP (peroksidase anti peroksidase)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi
4)      Mycodot
Uji ini mendeteksi antibody antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat yang  berbentuk sisir plastik
5)      Ig G TB
Uji ini adalah salah satu  pemeriksaan serologi  dengan  cara  mendeteksi  antibody IgG dengan antigen spesifik untuk mikobakterium tuberkulosis. Di luar negeri metode ini lebih sering digunakan  untuk  mendiagnosa TB  ekstraparu, tetapi  kurang baik untuk diagnose TB pada anak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar