Jumat, 15 Oktober 2010

teori kebenaran dalam filsafat

Nama : Andi Wahid Kahar
Nim : NH.01.10.006
Kelas : A1
STIKES NANI HASANUDDIN MAKASSAR

1. Teori Corespondence
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar. Teori korispodensi (corespondence theory of truth)  menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)
Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen. Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya. Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.

2. Teori Consistency (the coherence theory of trut)
Teori ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain. Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain.Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.
Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis. Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.

3. Teori Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal para pendidik sebagai metode project atau metode problem olving dari dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah.
Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran). Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya adalah Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859). Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program solving.

4. Teori kebenaran berdasarkan arti (semantic theory of truth)
Yaitu proposisi yang ditinjau dan segi anti dan maknanya. Apakah proposisi yang merupakan pangkal tumpunya mempunyai referensi yang jelas. Oleh karena itu, teori ini memiliki tugas untuk menguak kesalahan dari proposisi dalam referensinya. Teori kebenaran semantik dianut oleh faham filsafat analitika bahasa yang dikembangkan paska filsafat Betrand Russell sebagai tokoh pemula dan filsafat analitika bahasa.
Teori ini dianut oleh :
 Bronowski
 Pythagoras

5. Teori kebenaran sintaksi
Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkal tolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakal oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekat. Suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan sintaksis yang baku, dengan kata lain apabila pernyataan tersebut tidak mengikuti aturan atau keluar dan yang disyaratkan maka proposisi itu tidak memiliki arti. Teori ini berkembang diantara para filsuf analisis bahasa, terutama yang begitu ketat terhadap pemakaian gramatika.
Teori ini dianut oleh :
Mauriche Richter

6. Teori kebenaran nondeskripsi
Teori kebenaran non-deskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statement atau pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung peran dan fungsi dari pernyataan itu.
Teori ini dianut oleh :
 Victor Reisskop
 Isaac Newton

7. Teori kebenaran logis yang berlebihan (logical superfluity of truth)
Teori ini dikembangkan oleh positivistik yang di awali oleh Ayer. Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibat suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupinnya.
Teori ini dianut oleh :
 Democraticus
 Copernicus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar